09 April 2019

[Resensi] Sadako Sasaki


“Sadako Sasaki was two years old when she experienced the atomic bombing. The powerful message she proclaimed throughout her entire life still resonate with us all. Peace in our world can be achieved not through holding grudges but through striving to live our lives with compassion for others.”

novel sadako sasaki, novel bom atom hiroshima, novel hiroshima, novel cerita jepang



Judul: The Complete Story of Sadako Sasaki

Penulis: Sue DiCicco dan Masahiro Sasaki

Penerbit: Armed with the Arts, Inc.

Penerjemah: Naomi Nakagoshi

Editor: Karen Adams

First Edition

Tebal 143 halaman

Bahasa Inggris

ISBN: 978-1-938193-01-9

Sadako Sasaki lahir pada tanggal 7 Januari 1943. Sada berarti kebahagiaan, Sadako berarti anak yang selalu bahagia. Pada tahun itu, Perang Dunia II sedang berkecamuk. Ayah Sadako seorang tukang cukur, tapi beberapa bulan setelah Sadako lahir, ayahnya harus begabung dengan militer untuk membantu peperangan. Sadako tinggal bersama ibu, nenek dan kakaknya di Hiroshima.

Kehidupan selama peperangan tidak mudah, tapi ayah dan ibu Sadako selalu berusaha tidak memperlihatkan kesulitan kehidupan mereka kepada anak-anaknya. Pada masa itu, Amerika sering menjatuhkan bom di seluruh Jepang, Karena itu, ketika pesawat Amerika melintas di angkasa, alarm akan berbunyi, dan penduduk Hiroshima akan segera bergegas menuju shelter yang sudah ditentukan, dan menunggu hingga keadaan aman kembali.

Pada bulan Agustus 1945, terdengar kabar bahwa Hiroshima akan menjadi salah satu target pengeboman oleh Amerika. Setiap malam alarm selalu terdengar, dan penduduk Hiroshima berbondong-bondong menuju shelter. Ada yang memutuskan untuk pindah ke tempat lain hingga keadaan aman.

Pagi hari tanggal 6 Agustus 1945, alarm terdengar. Penduduk menuju shelter, tapi tidak terjadi apa-apa, dan penduduk kembali beraktifitas seperti biasa. Ternyata pesawat yang pertama hanya bertugas untuk mengecek keadaan. Lalu datanglah pesawat berikutnya yang membawa bom atom.

Sebelum terjadi ledakan, penduduk melihat benda yang bersinar di langit. Lalu kota Hiroshima dipenuhi cahaya yang sangat terang ketika bom atom itu meledak di ketinggian 600 meter di atas permukaan tanah. Kota Hiroshima menjadi panas ketika suhu mencapai 3.000 sampai 4.000 derajat Celcius.

Sadako terlempar keluar ketika rumahnya meledak. Anggota keluarganya tertimbun reruntuhan rumah mereka. Tapi kondisi mereka tidak terlalu parah. Rumah di Jepang kebanyakan terbuat dari kayu, sehingga mudah terbakar. Sadako dan keluarganya berusaha menuju tempat yang lebih aman. Tapi neneknya berusaha untuk kembali ke rumah ingin mengambil barang peninggalan kakeknya. Dan akhirnya diketahui bahwa nenek Sadako meninggal di reruntuhan rumahnya.

Keadaan kota Hiroshima saat itu sangat mengerikan. Mayat begelimpangan di mana-mana. Rumah-rumah terbakar dan beberapa sudah rata dengan tanah. Asap dari ledakan membumbung di angkasa membentuk jamur besar. Lama-lama langit menghitam lalu menurunkan hujan yang berwarna hitam dan lengket. Hujan ini mengandung radioaktive dari ledakan bom. Sadako dan keluarganya berhasil mengungsi ke kota kelahiran ibu Sadako.

Kehidupan keluarga Sadako setelah itu tidaklah mudah. Kondisi keuangan mereka masih belum stabil. Apalagi Sadako memiliki dua orang adik. Ayah dan ibunya tidak pernah memperlihatkan kesusahan hidup mereka, tapi Sadako adalah anak yang peduli terhadap keluarganya, dia tahu kesulitan keluarganya.

Sejak kecil Sadako selalu membantu keluarganya, membantu ayahnya di barber shop. Sadako adalah anak yang jarang sakit, tapi ketika dia duduk di kelas enam SD, kesehatannya mulai menurun. Dia harus menjalani beberapa tes kesehatan, hingga akhirnya diketahui bahwa dia mengidap Leukimia, yang merupakan efek dari ledakan bom atom.

Bagaimana kehidupan Sadako setelah itu?

Untuk mengenang peristiwa ledakan bom atom ini, di Hiroshima dibangun museum untuk mengenang peristiwa ini. Ketika aku berkunjung ke sini, kebetulan museum sedang dalam renovasi, jadi tidak bisa melihat ke dalam. Tapi ada ruang pameran sementara yang berisi ringkasan dari peristiwa ini. Dan buku ini pun aku beli di situ.

Di buku ini diceritakan bagaimana keadaan penduduk biasa pada masa-masa peperangan. Bagaimana peperangan membuat kehidupan mereka berat, baik materi ataupun fisik mereka. Ketika mereka tidak memiliki uang untuk membeli makanan, bahkan makanan yang diberikan pun harus dibatasi.

Sadako merupakan salah satu dari banyak sekali korban bom atom. Mereka yang selamat ketika bom atom meledak, belum tentu bisa hidup selamat dan sehat hingga akhir hayat mereka. Efek ledakan itu justru lebih hebat dari ledakan itu sendiri. Banyak yang terserang penyakit setelah ledakan bahkan beberapa tahun setelah ledakan, seperti Sadako. Dan pada masa itu, Leukimia merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan.

Sadako menjadi terkenal karena ketika dia dalam masa perawatan di rumah sakit, dia membuat seribu crane origami, yang dipercaya akan mengabulkan semua keinginan. Tentu saja keinginan Sadako pada saat itu ialah untuk sembuh dari penyakitnya.

Untuk mengenang perjuangan Sadako melawan penyakitnya, dibangunlah patungnya dan diletakkan di Peace Memorial Park di Hiroshima. Bila teman-teman punya kesempatan untuk datang ke Hiroshima, sempatkan untuk datang ke tempat ini, dan kunjungi museumnya.

Pesan yang ingin disampaikan melalui buku ini yaitu, mari kita ciptakan perdamaian. Karena peperangan mempunyai efek yang tidak baik, yang tidak berperang pun akan ikut merasakan dampaknya. Peperangan tidak hanya berdampak jangka pendek tapi juga jangka panjang. Mari ciptakan perdamaian di dunia, sehingga tidak akan ada Sadako yang linnya.


post signature




No comments:

Post a Comment

enjoy your reading and don't forget to leave comment here